LatarBelakang dan Sejarah Munculnya Filsafat Pendidikan Oleh Denmas Ulin Friday, January 29, 2021 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketika berbicara pendidikan maka kita akan berbicara mengenai definisi pendidikan. Pendidikan merupakan aktivitas rasional yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Jogjakarta Valia Pustaka. Fadhilah, A. (2012). Latar Belakang Munculnya Filsafat. 4. Peran filsafat dalam pengembangan pendidikan Peranan filsafat pendidikan merupakan sumber pendorong adanya pendidikan. Dalam bentuk lebih terperinci lagi, filsafat pendidikan menjadi jiwa dan pedoman asasi pendidikan. A Arti dari Filsafat, Pendidikan dan Islam. Filsafat Pendidikan Islam mengandung 3 (tiga) komponen kata, yaitu filsafat, pendidikan dan Islam. Untuk memahami pengertian Filsafat Pendidikan Islam akan lebih baik jika dimulai dari memahami makna masing-masing komponen kata untuk selanjutnya secara menyeluruh dari keterpaduan ketiga kata tadi A Latar Belakang munculnya filsafat Pendidikan : Ajaran filsafat yang komprehensif telah menempati status yang tinggi dalam kehidupan kebudayaan manusia, yakni sebagai ideology suatu bangsa dan negara. Tujuan berfilsafat adalah membina manusia mempunyai akhlaq yang tertinggi; Pendidikanformal yang wajib dijalani anak yakni mulai SD, SMP hingga SMA Apfs Volumes Not Mounted 660 pelajar dari pendidikan pra-sekolah dasar hingga menengah atas dan 86 Terima kasih atas segala pihak dan dosen pembimbing beserta teman-teman yang telah memberikan informasi dan sangat membantu terbentuknya makalah ini 2) Toleransi terhadap Progresivisme yang merupakan sebuah aliran filsafat pendidikan ini lahir dari dunia barat. Karena kelahiran progresiviseme yang dari dunia barat inilah menyebabkan progresivisme memiliki corak epistimologi khas barat. A. Sejarah Munculnya Progresivisme. Latar belakang ide-ide filsafat Yunani, baik Heraklitos maupun Socrates, bahkan Karenafilsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat, sedangkan filsafat memiliki berbagai macam aliran, maka dalam filsafat pendidikan akan kita temukan juga berbagai macam aliran. Untuk mengetahui latar belakang munculnya aliran filsafat esensialisme. 2. Untuk mengetahui peranan aliran filsafat esensialisme. 3. Tulisanini mencoba menelisik latar belakang munculnya PUTM sebagai lembaga pendidikan kader ulama tarjih. Dari data-data yang coba penulis telusuri, setidaknya latar belakang tersebut dapat dibagi ke dalam dua klasifikasi, yaitu latar belakang internal dan latar belakang eksternal. " Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. 6, No. 1 (2009), h eLp1. Filsafat diakui sebagai induk ilmu pengetahuan the mother of sciences yang mampu menjawab segala pertanyaan dan permasalahan. Mulai dari masalah-masalah yang berhubungan dengan alam semesta hingga masalah manusia dengan segala problematika dan kehidupannya. Filsafat adalah untuk mengetahui hakikat sesuatu. Namun kalau pertanyaan filosofis itu diteruskan,akhirnya akan sampai dan berhenti pada sesuatu yang disebut agama. Berikut ini akan dibahas lebih rinci. Diantara permasalahan yang tidak dapat dijawab oleh filsafat adalah permasalahan yang ada dilingkungan pendidikan. Padahal menurut John Dewey, seorang filosof Amerika, filsafat merupakan teori umum dan landasan pertanyaan dan menyelidiki faktor-faktor realita dan pengalaman yang terdapat dalam pengalaman pendidikan. Apa yang dikatakan John Dewey memang benar. Dan karena itu filsafat dan pedidikan memiliki hubungan hakiki dan timbal balik, berdirilah filsafat pendidikan yang berusaha menjawab dan memecahkan persoalal-persoalan pendidikan yang bersifat filosifis dan memerukan jawaban secara filosofis Disiplin ilmu pengetahuan yang lahir itu ternyataa memiliki objek dan sasaran yang berbeda-beda, yang terpisah satusama lain. Suatu disiplin ilmu pengetahuan mengurus dan mengembangkan bidang garapan sendiri-sendiri dengan tidak memperhatikan hubungan dengan bidang lainnya. Tugas filsafat adalah mengajukan pertanyaan–pertanyaan dan menyelidiki faktor–factor realita dan pengalaman yang banyak terdapat dalam lapangan pendidikan. Ajaran filsafat yang komprehensif telah menempati status yang tinggi dalamkehidupan kebudayaan manusia, yakni sebagai ideology suatu bangsa dannegara. Tujuan berfilsafat adalah membina manusia mempunyai akhlaq yang tertinggi. 1. Manusia dan Ilmu Pengetahuan Manusia adalah sebuah makhluk yang unik. Meskipun kita tahu bahwa kita adalah manusia atau mungkin tidak tahu? adalah bukan merupakan pekerjaan yang mudah untuk melukiskan apa yang unik pada manusia jika dibandingkan dengan makhluk hidup lain. Pertama-tama marilah kita lihat dari ciri biologisnya. Manusia adalah makhluk bersel banyak, metazoa, ketimbang makhluk bersel tunggal, protista. Ia juga adalah makhluk bertulang belakang, vertebrata,ketimbang makhluk tidak bertulang belakang, avertebrata. Di antara vertebrata manusia tergolong ke dalam kelompok binatang menyusui, mammalia, karena ia berdarah panas, menghirup udara, dengan kulit berbulu, dan menyusui bayinya. Lebih lanjut manusia tergolong ke dalam mammalia yang janinnya berkembang di dalam rahim betinanya, eutheria, yang menerima makanan melalui plasenta. Kemudian manusia dikelompokkan ke dalam ordo primata, yang di dalamnya termasuk lemur, tarsius, kera dan kera besar gorila, orangutan, dan simpanse. Yang membedakan manusia dengan primata lainnya adalah perilaku bipedal, berjalan dengan kedua kaki, berpostur tegak, tulang belakang berbentuk S, dan kaki yang lebih panjang dari tangan. Hanya tangan yang dapat dipakai untuk menggenggam, prehensil, dengan jempol yang besar dan bertenaga, terletak berseberangan dengan jari-jari lainnya yang memungkinkan genggaman yang kokoh. Hampir seluruh tubuh tak berbulu dan hanya ditumbuhi rambut terutama pada bagian kepala. Rahangnya pendek dengan susunan gigi melengkung. Mukanya pendek dan hampir vertikal. Otaknya relatif besar jika dibandingkan dengan makhluk lain terutama pada bagian neo-cortex. Manusia juga memiliki ciri psikologis dan tingkah laku yang unik dan membedakannya dengan makhluk lain. Perilaku manusia mudah berubah dan kurang instingtif dibandingkan dengan binatang. Manusia memiliki sifat ingin tahu, meniru, memperhatikan, mengingat dan berimajinasi, seperti yang dimiliki oleh binatang lain yang relatif maju, dan dapat mengaplikasikannya secara lebih halus dan rumit. Manusia mampu mengubah alam dengan kemampuan berpikirnya. Mereka membuat alat dan menggunakannya. Mereka sadar-diri, mampu mengingat masa lalu dan memproyeksikan masa depan, sadar akan kehidupan dan kematian. Ia mampu berpikir abstrak dan mampu menggunakan simbol, yang kelak berkembang menjadi bahasa. Mereka juga memiliki rasa keindahan, estetika, dan perasaan religius yang digambarkan dengan keheranan dan kepercayaan akan hal yang supranatural dan spiritual. Ia adalah makhluk bermoral yang mampu mengembangkan struktur kemasyarakatan yang kompleks. Di antara makhluk hidup, manusia memiliki derajat lebih tinggi. Ia memiliki sifat “ingin tahu“ yang berasal dari akal budinya. Kemampuan itu tidak dimiliki makhluk hidup lain seperti hewan dan tumbuhan. Sifat keingintahuan manusia adalah ingin tahu lebih banyak akan segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya. Sifat ini mendorong manusia untuk melakukan penelitian. Dengan penelitian tersebut, manusia dapat menjawab ketidaktahuan serta mampu memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Seiring dengan perkembangan zaman, sifat keingintahuan manusia semakin berkembang. Hal itu dilakukan dengan cara mempelajari, mengadakan pengamatan dan penyelidikan untuk menambah pengetahuan dan keterampilannya tentang makhluk hidup seperti manusia, hewan, dan tumbuhan serta alam sekitarnya. Ilmu pengetahuan adalah warisan bersama umat manusia, bukan milik pribadi dari orang-orang tertentu. Permulaannya dimulai dengan permulaan umat manusia. Ketika budaya intelektual Eropa mencapai kedewasaan yang memadai, yang sebagian besarnya dicapai melalui prestasi negara-negara selain-Eropa lainnya, ilmu-ilmu eksperimental secara khusus telah matang bagi perkembangan baru menyeluruh melalui Renaissance, Abad Kebangkitan. Jika ilmu pengetahuan sejati berarti mengarahkan kecerdasan menuju kebahagian akhirat tanpa mengharapkan keuntungan materi, melakukan pengkajian tak kenal lelah dan terperinci tentang alam semesta untuk menemukan kebenaran mutlak yang mendasarinya, dan mengikuti metoda yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu, maka ketiadaan hal-hal tersebut memiliki arti bahwa ilmu pengetahuan tidak dapat memenuhi harapan kita. Meskipun biasanya dikemukakan sebagai pertikaian antara Kristen dan ilmu pengetahuan, pertikaian zaman Renaissance terutama adalah antara ilmuwan dan Gereja. Copernicus, Galileo, dan Bacon [dikemukakan sebagai] anti-agama. Kenyataannya, dapat kita katakan bahwa ketaatan mereka terhadap agama telah memunculkan cinta dan pemikiran untuk menemukan kebenaran. 2. Pemikiran Filsafat Pendidikan Menurut Para Ahli Dalam sejarah filsafat, Socrates adalah salah seorang pemikir besar kuno 470-399 SM yang gagasan filosofis dan metode pengajarannya sangat mempengaruhi teori dan praktik pendidikan di seluruh dunia barat. Socrates lahir Athena, merupakan putra seorang pemahat dan seorang bidan yang tidak begitu dikenal, yaitu Sophonicus dan Phaenarete Smith, 1986 19. Prinsip dasar pendidikan, menurut Socrates, adalah metode diakletis. Metode ini digunakan Socrates sebagai dasar teknis pendidikan yang direncanakan untuk mendorong seseorang belajar berpikir secara cermat, untuk menguji coba dirri sendiri dan untuk memperbaiki pengetahuannya. Metode ini tidak lain digunakan untuk meneruskan intelaktualitas. Dengan kata lain, tujuan pendidikan yang benar adalah untuk merangsang penalaran yang cermat dan disiplin mental yang akan menghasilkan perkembangan intelektual yang terus-menerus dan standar moral yang tinggi Smith, 1986 25. Dalam pendidikan, Socrates menggunakan system atau cara berpikir yang bersifat induksi, yaitu menyimpan pengetahuan yang bersifat umum dengan berpangkal dari banyak pengetahuan tentang hal khusus. 2 Pemikiran Filsafat Pendidikan Menurut Plato 427-347 SM Plato dilahirkan dalam keluarga aristokrasi di Athena, sekitar 427 SM. Ayahnya, Ariston, adalah keturunan dari raja pertama Athena yang pernah berkuasa pada abad ke-7 SM. Sementara ibunya, Perictions, adalah keturunan keluarga Solon, seorang pembuat undang-undang, penyair, memimpin militer dari kaum nigrat dan pendiri dari demokrasi Athena terkemuka Smith, 198629. Menurut Plato, tujuan pendidikan adalah untuk menemukan kemampuan-kemampuan ilmiah setiap individu dan melatihnya sehingga ia menjadi seorang warga Negara yang baik, masyarakat yang harmonis, yang melaksanakan tugas-tugasnya secara efesien sebagai seorang anggota masyarakat. Menurut Plato, pendidikan direncanakan dan deprogram menjadi tiga tahap sesuai tingkat usia. Pertama, pendidikan yang diberikan kepada taruna hingga hingga sampai dua puluh tahun. Kedua, dari usia dua puluh tahun sampai tiga puluh tahun. Ketiga, dari tiga puluh tahun samapi empat puluh tahun. 3 Pemikiran filsafat pendidikan menurut Aristoteles 367-345 SM Aristoteles adalah murid plato. Dia adalah seorang cendikiawan dan intelek terkemuka, mungkin sepanjang masa. Umat manusia telah berutang budi padanya oleh karena banyaknya kemajuan pemikiranya dalam filsafat dan ilmu pengetahuan, khususnya logika, politik, etika, biologi, dan psikologi. Aristoteles lahir tahun 394 SM, di Stagira, sebuah kota kecil di semenanjung Chalcidice di sebelah barat laut Egea. Ayahnya, NIchomachus adalah dokter perawat Amyntas II, raja Macedonia, dan ibunya, phaesta mempunyai nenek moyang terkemuka. Menurut Aristoteles, agar orang bisa hidup baik maka ia harus mendapatkan pendidikan. Pendidikan bukanlah soal akal semata-mata, melainkan soal memberi bingbingan kepada perasaan-perasaan yang lebih tinggi,yaitu akal, guna mengatur nafsu-nafsu. Akal sendiri tidak berdaya, sehingga ia memerlukan dukungan perasaan yang lebih tinggi agar di arahkan secara benar. Aristoteles mengemukakan bahwa pendidikan yang baik itu yang mempunyai tujuan tujuan untuk kebahagiaan. Kebahagiaan tertinggi adalah hidup spekulatif Barnadib. 199472. Jadi jelaslah bagi kita bahwa filsafat berkembang sesuai dengan perputaran dan perubahan zaman. SUMBER 2. Diposkan oleh Fethullah Gülen Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Darussalam Ciamis Jawa Barat Makalah Filsafat Pendidikan Pada kesempatan kali ini penulis akan membagikan makalah filsafat pendidikan, yang mana di dalam membahas tentang pengertian filsafat, filsafat pendidikan, hubungan filsafat dengan filsafat pendidikan, manfaat belajar filsafat pendidikan dan ruang ruang lingkup filsafat pendidikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam dunia pendidikan, berfilsafat adalah suatu hal yang penting, karena dengan berfilsafat dunia pendidikan akan mengetahi hakikat dari makna, tujuan, metode, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan itu sendiri. Arti penting dari berfilsafat itu sendiri adalah agar tujuan-tujuan yang telah diketahui dan ditetapkan dapat tercapai. Sebagaimana Ali Khalil Abu Ainaini merumuskan pengertian filsafat pendidikan yang dikutip oleh Prof. Dr. H. Ramayulis dalam “bukunya Filsafat Pendidikan Islam” bahwa filsafat pendidikan itu sebagai “kegiatan-kegiatan pemikiran yang ssistematis, diambil dari sistem filsafat sebagai cara untuk mengatur dan menerangkan nilai-niai tujuan pendidikan yang akan dicapai direalisasikan.[1] Dari uraian di atas, maka akan memunculkan sebuah pertanya; terus apa pengertian dari filsafat, pendidikan, dan Islam itu sendiri? Oleh sebab itu, di dalam makalah ini penulis ingin membahas, mengkaji, dan menganalisis tentang Filsafat Pendidikan Islam. B. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut Apa yang dimaksud dengan filsafat dan filsafat pendidikan? Bagaimana hubungan antara filsafat dengan filsafat pendidikan? Apa manfaat dari belajar filsafat? Apa saja ruang lingkup dari filsafat pendidikan? C. Tujuan Masalah Sesuai dengan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan dalam karya ilmiah ini adalah sebagai berikut Untuk mengetahui pengertian dari filsafat, filsafat pendidikan, dan filsafat pendidikan Islam. Untuk mengetahui hubungan antara filsafat dengan filsafat pendidikan? Untuk mengetahui manfaat belajar filsafat. Untuk mengetahui ruang lingkup filsafat pendidikan. BAB II PEMBAHASAN A. Filsafat Pendidikan Secara etimologi Filsafat pendidikan itu mengandung dua pengertian yang berbeda, yaitu 1 Filsafat, dan 2 Filsafat Pendidikan. Agar kedua dari pengertian tersebut dapat tergambarkan dan dipahami secara menyeluruh, maka penulis akan menguraikan ketiga pengertian tersebut di bawah ini. Pengertian Filsafat Ramayulis di dalam bukunya “Filsafat Pendidikan Islam” yang mengutip dari Imam Barnadib mengatakan, bahwa dalam segi bahasa kata filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philar dan sophia. Philar adalah berarti cinta dan Sophia berarti kebenaran atau kebaajikan. Jadi, kata filsafat berarti cinta akan kebenaran atau kebajikan.[2] Selain itu, Muzayyin Arifin di dalam bukunya “Filsafat Pendidikan Islam” menjelaskan, bahwa secara harfiah, filsafat berarti “cinta kepada ilmu”. Filsafat berasal dari kata Philo yang artinya cinta dan Sophos artinya ilmu/hikmah.[3] Jadi dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa setiap manusia yang mencintai suatu ilmu/hikmah yang mana dengan ilmu tersebut dia mencari suatu kebenaran dengan mendalam dan tanpa batas maka disebut dengan filsuf. Dan filsafat ini merupakan ilmu pertama yang diamalkan untuk menemukan suatu kebenaran atau sebuah rumusan dari segala ilmu penegtahuan. Sebagaimana Muzayyin di dalam bukunya yang sama menjelaskan, bahwa secara historis, filsafat menjadi induk segala ilmu pengetahuan yang berkembang sejak zaman Yunani kuno sampai zaman modern sekarang.[4] Sedangkan secara istilah makna dari filsafat dapat dirumuskan suatu kegiatan berpikir secara mendalam dan bebas, agar hakikat dari kebenaran yang dicari dapat ditemukan. Hal ini sesuai dengan yang dikutip Ramayulis di dalam bukunya dari beberapa ilmuan; pertama, Muhtar Yahya mengatakan bahwa “berpikir filsafat adalah pemikiran yang sedalam-dalamnya yang bebas dan teliti yang bertujuan hanya mencari hakikat kebenaran tentang alam semesta, alam manusia, dan dibalik alam”. Kedua, Soegardo Poerbakwatja juga mengatakan, bahwa “filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab musabab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan fikiran belaka”. Ketiga, sementara Imam Barnadib menyatakan bahwa “filsafat diartikan sebagai ilmu yang berusaha untuk memahami segala hal yang timbul di dalam keseluruhan lingkup pengalaman manusia”.[5] Dengan demikian, dari beberapa pengertian tersebut diharapkan manusia dapat memahami, mengerti, dan mempunyai pandangan yang menyeluruh, mendalam, dan sistematis mengenai dirinya sendiri sebagai manusia, sekitarnya sebagai lingkungan, dan penciptanya sebagai Tuhan. Pandangan yang mendalam, menyeluruh, dan sistematis ini menghendaki manusia untuk selalu mempunyai daya pikir yang sadar, mendalam, teliti, dan teratur ketika berfilsafat. Hal ini sesuai dengan yang dirumuskan Ramayulis, bahwa berfilsafat adalah berpikir rasional, spekulatif, sistematis, radikal, dan universal.[6] Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami, bahwa filsafat adalah suatu kegiatan berpikir secara mendalam dan menyeluruh dengan disertai tindakan sadar, teliti, dan teratur agar hakikat dari sebuah kebenaran dapat ditemukan. Pengertian Filsafat Pendidikan Pendidik yang peduli terhadap anak didiknya pasti akan memikirkan pendidikannya, karena seorang pendidik pasti menginginkan anak didiknya menjadi pintar, lulus, dan sukses dalam menggapai cita-citanya. Di dalam dunia pendidikan hal yang harus dan pasti dipikirkan dan dibahas oleh seorang pendidik adalah hakikat, latar belakang, tujuan, metode, evalusai, dan segala susuatu yang berkaitan dengan pendidikan. Di dalam memikirkan dan membahas segala hal yang berkaitan dengan pendidikan itulah disebut dengan filsafat pendidikan. Sebagaimana Redja Mudyahardjo di dalam bukunya “Filsafat Ilmu Pendidikan” mengatakan bahwa filsafat pendidikan adalah pengetahuan yang menyelidiki substansi pelaksanaan pendidikan yang berkaitan dengan tujuan, latar belakang, cara, hasil, dan hakikat ilmu pendidikan yang berhubungan dengan analisis kritis terhadap struktur dan kegunaannya.[7] Menurut John Dewey yang dikutip oleh Jalaluddin dan Abdullah di dalam bukunya “Filsafat Pendidikan” mengatakan, bahwa filsafat pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik yang menyangkut daya pikir intelektual maupun daya perasaan emosional, menuju ke arah tabi’at manusia, maka filsafat bisa juga diartikan sebagai teori umum pendidikan.[8] Sedangkan Jalaluddin dan Abdulah Idi di dalam bukunya “Filsafat Pendidikan” yang mengutip dari Asy-Syaibani menjelaskan, bahwa filsafat pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat tersebut sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan, dan memadukan proses pendidikan.[9] Artinya dengan berfilsafat diharapkan persoalan-persoalan yang terdapat di dalam pendidikan dapat terpecahkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Muzayyin Arifin, bahwa filsafat pendidikan adalah filsafat yang memikirkan tentang masalah kependidikan.[10] Selain itu, Anas Salahudin di dalam bukunya Filsafat Pendidikan juga merumuskan beberapa pengertian dari filsafat pendidikan, di antaranya yaitu; Filsafat pendidikan adalah pengetahuan yang memikirkan hakikat pendidikan secara komprehensif dan kontemplatif tentang sumber, seluk beluk pendidikan, fungsi, dan tujuan pendidikan. Filsafat pendidikan adalah pengetahuan yang mengkaji proses pendidikan dan teori-teori pendidikan. Filsafat pendidikan mengkaji hakikat guru dan anak didik dalam proses pembelajaran di kelas dan di luar kelas. Filsafat pendidikan mengkaji berbagai teori kependidikan, metode, dan pendekatan daam pendidikan. Filsafat pendidikan mengkaji strategi pembelajaran alternatif. Filsafat pendidikan mengkaji hakikat tentang kurikulum pendidikan. Filsafat pendidikan mengkaji hakikat evaluasi pendidikan dan evaluasi pembelajaran. Filsafat pendidikan mengkaji hakikat alat-alat dan media pembelajaran.[11] Dari beberapa pendapat di atas, dapat dipahami bahwa filsafat pendidikan adalah suatu kegiatan berpikir kritis, bebas, teliti, dan teratur tentang masalah-masalah yang terdapat di dalam dunia pendidikan agar masalah-masalah tersebut dapat diatasi dengan cepat dan tepat. Baca juga Makalah Pembelajaran Tematik B. Hubungan Filsafat dengan Filsafat Pendidikan Hasan Langgulung di dalam bukunya asas-asas pendidikan Islam mengutip dari John Dewey menjelaskan, bahwa filsafat merupakan teori umum, sebagai landasan dari semua pemikiran umum mengenai pendidikan. Dalam kaitanya dengan ini Hasan Langgulung berpendapat bahwa filsafat pendidikan adalah penerapan metode dan pandangan filsafat dalam bidang pengalaman manusia yang kemudiaan disebut dengan pendidikan.[12] Sedangkan John S. Brubachen, seorang guru besar filsafat asal Amerika mengatakan, bahwa hubungan antara filsafat dan pendidikan sangat erat sekali antara satu dengan yang lainnya. Kuatnya hubunga tersebut disebabkan karena kedua disiplin tersebut menghadapi problema-problema filsafat secara bersama.[13] Selanjutnya Noor Syam di dalamnya bukunya Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pancasila mengutip dari Kilpatrik menjelaskan bahwa berfilsafat dan mendidik adalah dua fase dalam satu usaha, berfilsafat ialah memikirkan dan mempertimbangkan nilai-nilai dan cita-cita yang lebih baik, sedangkan mendidik ialah uasaha merealisasikan nilai-nilai dan cita-cita itu di dalam kehidupan dalam kepribadian manusia.[14] Selain itu Jalaluddin dan Said di dalam bukunya “Filsafat Pendidikan Islam” mengutip dari Prof. DR. Oemar Muhammad At-Toumy Asy-Syaibani secara rinci menjelaskan, bahwa filsafat pendidikan merupakan usaha mencari konsep-konsep di antara gejala yang bermacam-macam, yang meliputi; Proses pendidikan sebagai rancangan terpadu dan menyeluruh. Menjelaskan berbagai makna yang mendasar tentang semua istilah pendidikan. Pokok-pokok yang menjadi dasar dari konsep pendidikan dalam kaitannya dengan bidang kehidupan manusia.[15] Dari sini dapat kita pahami bahwa filsafat dan filsafat penddikan merupakan dua istilah yang berbeda tetapi sangat berhubungan antara satu dengan yang lain, karena pendidikan merupakan realisasi dari filsafat. Dalam kaitanya hubungan antara filsafat dan filsafat pendidikan ini Jalaluddin dan Said menjelaskan, bahwa hubungan antara filsafat dan filsafat pendidikan menjadi sangat penting sekali, sebab ia menjadi dasar, arah, dan pedoman suatu sistem pendidikan. Filsafat pendidikan adalah aktivitas pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai medianya untuk menyusun proses pendidikan, menyelaraskan dan mengharmoniskan dan menerangkan nilai-nilai dan tujuanyang ingin dicapai. Jadi terdapat kesatuan yang utuh antara filsafat, filsafat pendididkan, dan pengalaman manusia.[16] Dari beberapa Uraian di atas dapat kita tarik suatu kesimpulan, bahwa hubungan antara filsafat dan filsafat pendidikan itu sangat erat sekali dan tak bisa dipisahkan, karena filsafat memberi arah dan pedoman dasar bagi usaha-usaha perbaikan, pengembangan, dan meningkatkan kemajuan dan landasan yang kokoh bagi tegaknya sistem pendidikan yang diharapkan. C. Manfaat Belajar Filsafat Pendidikan Mahasiswa yang sedang menuntut ilmu di lembaga pendidikan tenaga keguruan dituntut untuk memikirkan masalah-masalah hakiki terkait pendidikan. Dengan begitu, pemikiran mahasiswa menjadi lebih terasah terhadap persoalan-persoalan pendidikan baik dalam lingkup mikro maupun makro. Hal ini menjadikan mahasiswa lebih kritis dalam memandang persoalan pendidikan. Di samping itu, mahasiswa yang mempelajari dan merenungkan masalah- masalah hakiki pendidikan akan memperluas cakrawala berpikir mereka, sehingga dapat lebih arif dalam memahami problem pendidikan. Sebagai intelektual muda yang kelak menjadi pendidik atau tenaga kependidikan, sudah sewajarnya bila mereka dituntut untuk berpikir reflektif dan bukan sekedar berpikir teknis di dalam memecahkan problem-problem dasar kependidikan, yaitu dengan menggunakan kebebasan intelektual dan tanggung jawab sosial yang melekat padanya.[17] D. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Jalaluddin dan Sa’id di dalam bukunya mengutip dari Tim Dosen IKIP Malang menjelaskan, bahwa Secara makro umum apa yang menjadi obyek pemikiran filsafat yaitu dalam ruang lingkup yang menjangkau permasalahan kehidupan manusia, alam semesta dan alam sekitarnya adalah juga merupakan obyek pemikiran filsafat pendidikan. Tetapi seara mikro khusus yang menjadi ruang lingkup filsafat pendidikan meliputi; Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan The Nature Of Education. Merumuskan sifat hakikat manusia sebagai subjek dan objek pendidikan The Nature Of Man. Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama, dan kebudayaan. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, dan teori pendidikan. Merumuskan hubungan antara negara ideologi, filsafat pendidikan, dan politik pendidikan sistem pendidikan. Merumuskan sistem nilai-norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan pedidikan.[18] Berbeda dengan yang di atas, Drs. Anas Salahudin, di dalam bukunya “Filsafat Pendidikan” merumuskan, bahwa ruang lingkup filsafat pendidikan adalah sebagai berikut; Pendidik Murid atau anak didik Materi pendidikan Perbuatan mendidik Metode pendidikan Evaluasi pendidikan Tujuan pendidikan Alat-alat pendidikan Dan lingkungan pendidikan.[19] Untuk lebih jelasnya, berikut ini diuraikan satu persatu. Para pendidik adalah guru, orang tua, tokoh masyarakat, dan siapa saja yang memfungsikan dirinya untuk mendidik. siapa saja dapat menjadi pendidik dan melakukan upaya untuk mendidik secara formal maupun nonformal. Para pendidik haruslah orang yang patut diteladani. Dan pendidik itu harus membina, mengarahkan, menuntun, dan mengembangkan minat, serta bakat anak didik, agar tujuan pendidikan tercapai dengan baik.[20] Para pendidik adalah subjek yang melaksanakan pendidikan. Pendidik mempunyai peran penting dalam berlngsungnya pendidikan. baik atau tidaknya pendidikan berpengaruh besar terhadap hasil pendidikan. Para pendidik memikul tanggung jawab yang berat untuk memaajukan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, negara bertanggungjawab untuk meningkatkan kinerja para pendidik melalui berbagai peningkatan. Misalnya, peningkatan kesejahteraan para pendidik, menaikkan tunjangan fungsional para pendidik, membantu dana pendidikan lanjutan hingga meraih gelar doktor, dan memberikan beasiswa untuk berbagai penelitian.[21] Anak Didik secara filosofis merupakan objek para pendidikan dalam melakukan tindakan yang bersifat medidik. Dikaji dari beberapa segi, seperti usia anak didik, kondisi ekonomi keluarga, minat dan bakat anak didik, serta tingkat intelegensinya, itu membuat seorang pendidik mengutamakan fleksibilitas dalam mendidik. Anak didik merupakan subjek pendidika, yaitu orang yang menjalankan dan mengamalkan materi pendidikan yang diberikan oleh pendidik. Agar pendidikan dapat berhasil dengan sebaik-baiknya, maka jalan pendidikan yang ditempuh harus sesuaai dengan perkembangan psikologis anak didik.[22] Materi Pendidikan, yaitu bahan-bahan atau pengalaman-pengalaman belajar yang disusun sedemikian rupa dengan susunan yang lazim dan logis untuk disajikan atau disampaikan kepada anak didik.[23] Perbuatan mendidik adalah seluruh kegiatan, tindakan, perbuatan, dan sikap yang dilakukan oleh pendidikan sewaktu menghadapi atau mengasuh anak didiknya disebut dengan tahzib. Mendidik artinya meningkatkan pemahaman anak didik tentang kehidupan, medalami pemahaman terhadap ilmu pengetahuan dan manfaatnya untuk diterapkan dalam kehidupan nyata dan sebagai pandangan hidup.[24] Metode pendidikan, yaitu strategi yang relevan yang dilakukan oleh dunia pendidikan pada saat menyampaikan materi pendidikan kepada anak didik. metode berfungsi mengolah, menyusun, dan menyajikan materi pendidikan, agar materi pendidikan tersebut dapat dengan mudah diterima dan dimiliki oleh anak didik.[25] Evaluasi dan Tujuan Pendidikan. Evaluasi yaitusistem penilaian yang diterapkan kepada peserta didik, untuk mengetahui keberhasilan pendidikan yang dilaksanakannya. Evaluasi pendidikan sangat bergantung pada tujuan pendidikan. jika tujuannya membentuk siswa yang kreatif, cerdas, beriman, dan bertakwa, maka sistem evaluasi ynag dioperasionalkan harus mengarah pada tujuan yang dimaksud.[26] Alat-alat Pendidikan dan Lingkungan Pendidikan merupakan fasilitas yang digunakan untuk mendukung terlaksananya pendidikan. Sedangkan lingkungan pendidikan adalah segala seusuatu yang terdapat disekitar lingkungan pendidikan yang mendukung terealisasinya pendidikan.[27] BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Filsafat adalah suatu kegiatan berpikir secara mendalam dan menyeluruh dengan disertai tindakan sadar, teliti, dan teratur agar hakikat dari sebuah kebenaran dapat ditemukan. Filsafat pendidikan adalah suatu kegiatan berpikir kritis, bebas, teliti, dan teratur tentang masalah-masalah yang terdapat di dalam dunia pendidikan agar masalah-masalah tersebut dapat diatasi dengan cepat dan tepat. Hubungan antara filsafat dan filsafat pendidikan itu sangat erat sekali dan tak bisa dipisahkan, karena filsafat memberi arah dan pedoman dasar bagi usaha-usaha perbaikan, pengembangan, dan meningkatkan kemajuan dan landasan yang kokoh bagi tegaknya sistem pendidikan yang diharapkan. Mahasiswa yang mempelajari dan merenungkan masalah- masalah hakiki pendidikan akan memperluas cakrawala berpikir mereka, sehingga dapat lebih arif dalam memahami problem pendidikan. Sebagai intelektual muda yang kelak menjadi pendidik atau tenaga kependidikan, sudah sewajarnya bila mereka dituntut untuk berpikir reflektif dan bukan sekedar berpikir teknis di dalam memecahkan problem-problem dasar kependidikan, yaitu dengan menggunakan kebebasan intelektual dan tanggung jawab sosial yang melekat padanya. Ruang lingkup filsafat pendidikan adalah 1 Pendidik, 2 Murid atau anak didik, 3 Materi pendidikan, 4 Perbuatan mendidik, 5 Metode pendidikan, 6 Evaluasi pendidikan, 7 Tujuan pendidikan, 8 Alat-alat pendidikan, 9 lingkungan pendidikan. B. Saran Dengan mempelajari dan mengkaji tenang filsafat pendidika ini, diharapkan mulai sekarang mahasiswa lebih berpikir kritis terhadap masalah-masalah yang ada di dunia pendidikan, karena sudah sepantasnya mahasiswa pendidikan nantinya akan menjadi penerus pendidik dan filsof di dalam dunia pendidikan. DAFTAR PUSTAKA Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam Analisis Filosofis Sistem Pendidikan Islam, Jakarta Kalam Mulia, 2015, cet. ke-4. Arifin, Muzayyin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta Bumi Aksara, 2014 cet. ke-7, Ed. Rev. Mudyahardjo, Redja, Pendidikan Ilmu Pendidikan, Bandung Rosda Karya, 2004. Abdullah Idi dan Jalaluddin, Filsafat Pendidikan, Jakarta Gaya Media Pratama, 2002 cet. ke-2. Salahudin, Anas, Filsafat Pendidikan, Bandung Pustaka Setia, 2011, cet. ke-10. Langgulung, Hasan, Asas-asas Pendidikan Islam Jakarta Al-Husna, 1987. Noor Syam, M., Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pancasila, Surabaya Usaha Nasional, 1988. Jalaluddin dan Said, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta Raja Grafindo Persada, 1994. hal. 21. dikutip pada hari Jum’at, 29 September 2017, pukul WIB. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung Pustaka Setia, 2005, hlm. 14. Referensi Buku [1] Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam Analisis Filosofis Sistem Pendidikan Islam, Jakarta Kalam Mulia, 2015, cet. ke-4, hlm. 4. [2] Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam Analisis Filosofis Sistem Pendidikan Islam, Jakarta Kalam Mulia, 2015, cet. ke-4, hlm. 2. [3] Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta Bumi Aksara, 2014 cet. ke-7, Ed. Rev., hlm. 3. [4] Ibid, hlm. 3. [5] Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam Analisis Filosofis Sistem Pendidikan Islam, Jakarta Kalam Mulia, 2015, cet. ke-4, hlm. 2. [6] Ibid, hlm. 3. [7] Redja Mudyahardjo, Pendidikan Ilmu Pendidikan, Bandung Rosda Karya, 2004, hlm. 3-4. [8] Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, Jakarta Gaya Media Pratama, 2002 cet. ke-2, hlm. 13. [9] Ibid, hlm. 13. [10] Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta Bumi Aksara, 2014 cet. ke-7, Ed. Rev., hlm. 5. [11] Anas Salahudin, Filsafat Pendidikan, Bandung Pustaka Setia, 2011, cet. ke-10, hlm. 22-23. [12] Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam Jakarta Al-Husna, 1987, hlm. 40. [13] Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, Jakarta Gaya Media Pratama, 2002 cet. ke-2, hlm. 18. [14] M. Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pancasila, Surabaya Usaha Nasional, 1988, hlm. 43. [15] Jalaluddin dan Said, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta Raja Grafindo Persada, 1994, hlm. 11-12. [16] Jalaluddin dan Said, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta Raja Grafindo Persada, 1994, hlm. 22. [17] hal. 21. dikutip pada hari Jum’at, 29 September 2017, pukul WIB. [18] Jalaluddin dan Said, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta Raja Grafindo Persada, 1994, hlm. 17. [19] Anas Salahudin, Filsafat Pendidikan, Bandung Pustaka Setia, 2011, cet. ke-10, hlm. 24. [20] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung Pustaka Setia, 2005, hlm. 14. [21] Anas Salahudin, Filsafat Pendidikan, Bandung Pustaka Setia, 2011, cet. ke-10, hlm. 24-25. [22] Ibid, hlm. 25. [23] Ibid, hlm. 25. [24] Ibid, hlm. 26. [25] Ibid, hlm. 26. [26] Ibid, hlm. 26 [27] Ibid, hlm. 26